Jogjakarta News Online -Dengan keberadaan
kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) belakangan mulai ramai dibicarakan
karena organisasi pimpinan Abu Umar Al-Baghdadi itu telah menguasai sebagian
wilayah Irak dan Suriah dengan cara kekerasan, pembunuhan dan perampokan. Paham
ISIS mulai memperluas pengaruhnya dengan merekrut warga negara di belahan dunia
lain. Di Negara Indonesia bukti-bukti
kehadiran ISIS semakin nyata melalui simbol-simbol bendera, lukisan graffiti hingga video pendeklarasian dukungan kepada
ISIS.
Pihak pemerintah Indonesia (4/8/2014) langsung mengeluarkan
sikap atas ISIS. Melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko
Suyanto menyatakan Indonesia tidak mengakui keberadaan ISIS. Pihak Pemerintah
juga melarang penyebarluasan paham ISIS di Tanah Air karena bertentangan dengan
ideologi Pancasila dan kebinekaan di negeri ini.
Belum ada sanksi yang diberikan
Walaupun pemerintah telah
melantangkan kecaman keras,akan tetapi hingga kini belum ada satu pun sanksi yang
dijatuhkan kepada para pendukung ISIS yang mulai terang-terangan tampil ke
publik itu. Namun Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai
menyatakan bahwa warga negara Indonesia yang bergabung ke ISIS bisa saja
dicabut kewarganegaraannya. Akan tetapi hal ini langsung dibantah Menteri Hukum dan
HAM Amir Syamsuddin. Dia menyatakan
bahwa pemerintah tidak bisa langsung
mencabut kewarganegaraan pengikut ISIS. Dikarenakan aturan dalam Pasal 23 huruf (e) dan (f) pada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan belum terpenuhi.
Di dalam Pasal 23 (e) disebutkan bahwa WNI akan dicabut
kewarganegaraannya apabila secara sukarela masuk dalam dinas negara asing yang jabatan dalam dinas semacam itu di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat
dijabat oleh warga negara Indonesia. Sementara itu dalam Pasal 23 (f) mencantumkan klausul WNI akan
dicabut kewarganegaraannya apabila secara sukarela mengangkat sumpah atau
menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing .
Bukan tindakan pidana
Jika dilihat dari sisi penegakan hukum,pihak Polri juga belum bisa menangkap para pendukung
ISIS tersebut. Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan Polri masih
mengkaji sejauh mana para pendukung ISIS di Indonesia ini melakukan
kegiatannya. Kepolisian tidak akan
buru-buru menyimpulkan dukungan terhadap ISIS itu adalah tindakan makar.
"Kami lihat dulu, konteks dukungannya seperti apa? apakah
ada kaitan dengan makar. Kalo Makar itu mendirikan negara, kemudian menghancurkan
negara, apakah itu sudah ada? tentu itu akan dipelajari semuanya lebih
lanjut," kata Kapolri.
Dia menyebutkan Polri
sudah mengikuti pergerakan kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang paling
mudah dimasuki paham ISIS. Akan tetapi mantan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa
Barat itu mengungkapkan belum ada pergerakan yang signifikan dari pendukung
ISIS.
Sutarman mengatakan paham ISIS itu juga tidak sepenuhnya
diterima oleh kelompok radikal. Sutarman mencontohkan, putra mantan Amir
Jema'ah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir pun menolak keberadaan ISIS di
Indonesia . "Jadi paham ISIS itu masih inilah, belum terlalu banyak pengaruhnya di sini," kata
Sutarman.
Beda negara, pasti beda penanganan
Di Indonesia belum
memiliki perangkat hukum yang tegas untuk menjerat para pendukung ISIS, dengan
begitu cara penanganan berbeda terhadap teror ISIS dilakukan negara lain. Di Spanyol,
misalnya sempat menahan gadis berusia 14 tahun dan perempuan 19 tahun karena
mencoba bergabung ke ISIS. Pasukan keamanan Spanyol menghentikan keduanya pada
2 Agustus lalu, waktu mereka mencoba
masuk wilayah Maroko yang menjadi kantong wilayah Spanyol. Pihak Aparat
keamanan Spanyol juga telah melakukan tiga penggerebekan terhadap kelompok perekrut
calon sukarelawan dan menangkap setidaknya 20 orang terkait ISIS.
Contoh di Australia, salah seorang pemuda diperiksa aparat
kepolisian setelah menyatakan dukungannya secara terbuka untuk ISIS dalam akun
Facebook-nya. Kalo di Indonesia, meski
bukti-bukti kehadiran ISIS kian nyata, tetapi aparat di Tanah Air belum
melakukan tindakan represif. Segala Upaya penanganan ISIS saat ini digencarkan
dengan pendekatan preventif. Contohnya Kementerian Agama akan melakukan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama, kemudian Kementerian Luar Negeri bertukar informasi
dengan negara-negara Timur Tengah agar tidak dengan mudah memberi visa bagi WNI
ke daerah konflik, Lalu Kemenhuk dan HAM menyeleksi ketat penerbitan paspor hingga
instruksi khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memblokir informasi
soal ISIS di dunia maya.
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan